Minggu, 18 Desember 2011

PI Menjaga Kerahasiaan Bank Untuk perlindungan Nasabah



UNIVERSITAS
GUNADARMA





PENULISAN ILMIAH




Sistem Informasi Perpustakaan Gunadarma
Nama               : Riri Syukriati
Npm                :  18210980
Jurusan            :  Manajemen
Pembimbing    :



Ditulis guna melengkapi syarat
untuk mencapai jenjang Sarjana Muda




Universitas Gunadarma
2011
Lembar Pengesahan


Judul PI                       :  Menjaga Kerahasiaan Bank Untuk perlindungan Nasabah
Nama                           :  Riri Syukriati                       
NPM                           :  18210980
NIRM                         :
Tanggal Sidang           :
Tanggal Lulus             :

Menyetujui


   Pembimbing                                                           koordinator PI



                                                         
(                         )                                                     (                            )
                                           Ketua Jurusan      

                                      (                             )



ABSTRAK
            Prinsip kerahasian bank merupakan prinsip yang dianut oleh setiap bank didalam melaksanakan operasionalnya dimana prinsip kerahasiaan bank ini diperlukan guna melindungi nasabah dari pihak-pihak yang tidak memiliki kepentingan dan dapat merugikan nasabah. Seiring dengan perkembangannya,Bank Indonesia telah banyak mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang melindungi kepentingan nasabah,kepentingan bank dan kepentingan hukum demi penegakan hukum,hal ini disebabkan karna tidak menutup kemungkinan dengan diterpakan prinsip ini telah terjadi penyimpangan-penyimpangan khususnya terhadap tindak pidana pencucian uang (money loundering) sehingga Bank Indonesia sebagai lembaga pembina dan pengawasan perbankan menerbitkan Peratuaran Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tentang perubahan kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapam Prinsip Mengenal Nasabah ( Know Your customer Prinsple). Selain dari pada itu Bank Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia dan Pengguna Data Pribadi. Nasabah yang tujuannya untuk melindungi nasabah dari perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan nasabah.
Sifat penelitian ini adalah Deskriptif analitis yaitu penelitian ini menggambarkan tentang situasi atau keadaan yang terjadi terhadap permasalahan yang dikemukakan,dengan tujuan untuk membatasi kerangka studi kepada tentang keberadaan kerahasiaan bank sebagai wujud perlindungan nasabah. Data analisis secara kualitatif yang akan dikemukakan dalam bentuk uraian sistematis dengan menjelaskan hubungan antar berbagai jenis data sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.
Penerapan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang transparansi Informasi bank dan pengguanaan data Pribadi Nasabah ditujukan untuk melindungi nasabah dari penyimpangan – penyimpangan yang ditimbulkan akibat kesalahan operasional bank. Penerapan kerahasian bank dilakukan untuk menjaga dan meyakinkan dan menenangkan nasabah ketika menyerahakan keterangan pribadinya yang bersifat rahasia kepada bank yang mempunyai hubungan kontrkatual tersebut,sehingga kedepan perlu dibuat suatu ketentuan yang baku setingkat Undang – Undang mengenai rahasia bank sehingga dapat memberikan kepastian hukum tentang rahasia bank. 
















KATA PENGANTAR
Puji syukur  kepada Tuhan Yang Maha Esa , karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis  dapat menyelesaikan Penulisan sehingga penulis diberikan kesehatan dan kemampuan untuk meneylesaikan Penulisan Ilmiah ini. Walaupun penulis menyadari bahwa Penulisan ilmiah ini jauh dari sempurna.
Adapun judul Penulisan Ilmiah ini adalah Menjaga Kerahasiaan bank untuk Perlindungan Nasabah “. Penyelesaian Penulisan Ilmiah ini tidak akan selesai tanpa bantuan,saran maupun petunjuk yang diberikan kepada penulis oleh pembimbing maupun penguji baik pada saat pengajuan judul sampai penyusunan Penulisan Ilmiah ini.
Ucapan terima kasih kepada teman-teman terbaik saya (my best friend) Siti Dessimayanti Herlina,Hartaty Robiasih,Rini Pratiwi,Widha Lovendrianti
Penulis juga berharap bahwa Penulisan Ilmiah ini kiranya dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan,namun penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan,untuk itu penulis mohon saran dan masukan kepada kalangan - kalangan peneliti selanjutnya agar penelitian ini menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang perlindungan bank.

Bekasi, 17 Februari  2011



Penulis











Daftar Isi


Halaman Judul ...............................................................................................     i
Lembar pengesahan........................................................................................     ii
Abstraksi.......................................................................................................     iii
Kata Pengantar...............................................................................................     v
Daftar Isi........................................................................................................   vi
BAB I        PENDAHULUAN........................................................................     1
1.1   Latar Belakang.........................................................................................    1
1.2   Perumusan masalah .................................................................................    2
1.3  Tujuan Penelitian......................................................................................     3
1.4  Manfaat Penelitian....................................................................................     3
1.5  Kerangka Teori.........................................................................................    3
1.6  Metode Penelitian.....................................................................................    6
1.6.1        Jenis dan Sifat Penelitian..............................................................    6
1.6.2        Teknik Pengumpulan Data...........................................................    7
1.6.3        Analisis Data................................................................................   7
1.6.4        Penarikan Kesimpulan.................................................................     7

BAB II       LANDASAN TEORI..................................................................      8
2.1  Rahasia bank............................................................................................    8
2.1.1  Pengertian Rahasia bank................................................................      8
2.1.2  Sifat dan rahasia bank....................................................................     10
2.2  Penerapan Rahasia Bank di Indonesia.....................................................       12
2.2.1  Ketentuan Hukum rahasia bank.....................................................       12
2.2.2  Penerapan Ketentuan Rahasia bank................................................      16
2.3  Hubungan bank dengan nasabah...............................................................     18

BAB III     ANALISA DAN PEMBAHASAN................................................       21
3.1  Kejahatan Perbankan dan Kejahatan Rahasia Bank..................................        21
3.2   Pengecualian Rahasia Bank......................................................................     24
3.2.1  Untuk Peradilan Pidana...................................................................     25
3.2.2  Untuk Kepentingan Tukar Menukar Informasi antar bank.............          26
3.3  Kasus – kasus yang berhubungan dengan Rahasia Bank.........................         28
3.4  Sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan Rahasia Bank..........................          31

BAB IV     KESIMPULAN DAN SARAN......................................................      33
4.1  Kesimpulan.............................................................................................      33
4.2  Saran......................................................................................................      34
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................      35



Bab 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang

Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang mempunyai peran  yang sangar strategis dalam membangun Indonesia. Hal ini tidak dapat disangkal bahwa dalam mencapai tujuan pembangunan nasional yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dab Undang  - Undang Dasar 1945. Peran yang sangat strategis dari bank sebagai suatu badan usaha adalah bank yang mempunyai fungsi sebagi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana yang dihimpun tersebut kepada masyarakat.
Bank sebagai suatu lembaga yang melindungi dana nasabah juga berkewajiban menjaga kerahasiaan terhadap dana nasabahnya dari pihak-pihak yang dapat merugikan nasabah. Dan sebaliknya masyarakat yang mempercayakan dananya untuk dikelola oleh bank juga harus dilindungi terhadap tindakan yang semena-mena yang dilakukan oleh bank yang dapat merugikan nasabahnya. Hal ini sangat dibutuhkan karena sebagai lembaga keuangan, bank harus mendapat kepercayaan dari masyarakat, dan kepercayaan dari masyarakat tersebut akan lahir apabila semua data hubungan masyarakat dengan bank tersebut dapat tersimpan secara rapi atau dirahasiakan.
Hal demikian membawa konsekuensi kepada bank, yaitu bank memikul kewajiban untuk menjaga kerahasiaan tersebut, sebagai timbal balik dari kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada bank selaku lembaga keuangan atau sumber dana masyarakat. Sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat untuk menghimpun dana masyarakat, sudah sewajarnya bank memberikan jaminan perlindungan kepada nasabah yang berkenaan dengandananya kepada bank tetapi juga dari sistem moneter yang menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat yang bukan hanya nasabah penyimpan dana dari bank itu saja.
Prinsip kerahasian bank bertujuan agar bank menjalankan usahanya secara baik dan benar mematuhi ketentuan - ketentuan dan norma hukum yang berlaku dalam dunia perbankan,agar bank yang melakukan usahanya menjaga kerahasian nasabahnya,sehingga masyarakat semakin percaya kepada bank dan membawa dampak semakin meningkatnya keinginan masyarakat untuk mempergunakan jasa perbankan didalam kegiatan usahanya serta kebutuhan sehari – hari.
Prinsip kerahasian bank ini telah diatur di dalam Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang kemudian diubah oleh Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menjadi acuan bagi perbankan di negara Indonesia. Jika dilihat bahwa peraturan atau norma hukum itu tidak lahir dengan sendirinya,tetapi dilatar belakangi oleh dasar – dasar filosofi yang disebut dengan asas hukum. Sehingga untuk mengerti norma hukum kita harus mengetahui asas – asas hukum itu.
Sadjipto Raharjo mengatakan bahwa barang kali tidak berlebihan apabila dikatakan atas hukum merupakan “ jantungnya” peraturan hukum. Karena itu ia merupakan landasan yang luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas – asas hukum itu. Demikian juga halnya jika berbicara tentang perbankan,bahwa didalam melaksanakam kemitraan antara bank dan nasabah,untuk terciptanya sistem perbankan yang sehat,kegiatan perbankan perlu dilandasi dengan beberapa asas hukum (khusus) yaitu :
1.             Asas Demokrasi Ekonomi
Didalam pasal 2  Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dikatakan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati – hatian. Ini berarti,fungsi dan usahanya perbankan diarahkan untuk melaksanakan prinsip – prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945.

2.             Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang menyimpan padanya atas asas kepercayaan,sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatan dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Kemauan masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya dibank,semata – mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Apabila kepercayaan nasabah penyimpan dana terhadap sesuatu bank telah berkurang,tidak tertutup kemungkinan akan terjadi rush terhadap dana simpanannya.
Sutan Remi Sjahdaeni menyatakan bahwa hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan dana adalah hubungan pinjam meminjam uang antara debitur (bank) dan kreditur (nasabah penyimpan dana). Dengan kata lain,bahwa menurut Undang – Undang Perbankan hubungan bank dengan nasabah penyimpan dana bukan sekedar hubungan kontraktual biasa antara debitur dan kreditur yang diliputi oleh asas – asas umum dari perjanjian,tetapi juga hubungan kepercayaan yang diliputi asas kepercayaan.  

3.             Asas Kerahasian Bank
Asas kerahasian adalah asas yang mengharuskan dan mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain – lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk kepentingan bank sendiri,karena bank memerlukan kepercayaan masyarakat menyimpan uangnya di bank dan masyarakat hanya mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila bank menjamin bahwa tidak akan ada penyalahgunaan pengetahuan bank tentang simpanannya. Dalam Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 rahasia bank meliputi keadaan keuangan nasabah penyimpan dana dan nasabah debitur,sedangkan dalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 membatasi rahasia bank hanya tentang keadaan nasabah penyimpan dana saja. Dengan demikian bank harus memegang teguh rahasia bank.   

4.             Asas kehati – hatian
Dalam Pasal 29 Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dinyatakan bahwa bank wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati – hatian ini tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan likuid dan solvent. Dengan diberlakukannya prinsip kehati – hatian diharapkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi,sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu – ragu menyimpan dananya di bank serta kepentingan nasabahnya terlindungi.

1.1       Metode Penelitian
Kata metode berasal dari kata yunani “methods” yang berarti cara atau jalan. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja,yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dalam bahasa indonesia kata metode berarti cara sistematis dan cara terpikir secara baik untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu sebagai sebuah penelitian ilmiah,maka rangkaian kegiatan penelitian mulai dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaedah – kaedah penelitian sebagai berikut :

1.1.1   Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif yang mengacu pada penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif ini mempunyai sifat deskriptif analisis yaitu penelitian tentang keberadaan kerahasiaan bank sebagai wujud perlindungan nasabah, dimana penelitian ini akan menggambarkan suatu keadaan normatif.



1.1.2   Teknik Pengumpulan Data
sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Seluruh data sekunder dikumpulkan dengan mempergunakan studi dokumen/studi pustaka untuk mendapatkan data sekunder berupa peraturan – peraturan hukum yakni Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang kemudian diubah dengan  Undang – Undang Nomor 10 Tahun  1998,peraturan – peraturan Bank Indonesia,dan peraturan – peraturan lain yang berhubungsn dengan perbankan khususnya mengenai rahasia bank dan perlindungan terhadap nasabah,buku pustaka,jurnal – jurnal,tulisan – tulisan yang ada didalam media cetak atau lain sebagainya.

1.1.3   Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa secara kualitatif,maksudnya bahwa analisa ini bertolak dari usaha untuk meneliti terhadap asas hukum yang diatur dalam bahan hukum primer dan berkembang melalui pembahasan dalam bahan sekunder.

1.1.4   Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan logika berpikir secara deduktif yaitu berpangkal pada kaidah – kaidah umum yang diperoleh baik hasil dari penelitian kepustakaan maupun dari hasil wawancara sehingga dapat ditarik menjadi suatu penarikan kesimpulan.  


                                            BAB II
LANDASAN TEORI

2.1      Rahasia Bank
2.1.1  Pengertian Rahasia Bank

Pada dasarnya bank menjalankan prinsip kepercayaan yang diberikan oleh penyimpan dana untuk menjaga kerahasian rekening nasabahnya. Oleh karena hubungan bank dan nasabah adalah bersifat kerahasiaan. Hal ini sering disebut dengan rahasia bank. Istilah rahasia bank ini mengacu kepada hal-hal yang berhubungan dengan interaksi antara bank dan nasabahnya. Nasabah tentu tidak mengharapkan bank untuk memberitahu pihak ketiga tentang keadaan keuangan nasabah tersebut.
Kerahasiaan informasi yang lahir dalam kegiatan perbankan ini pada dasarnya lebih banyak untuk kepentingan bank itu sendiri,karena sebagai lembaga keuangan,kepercayaan adalah keutamaan dalam melaksanakan kegiatannya. Untuk menjamin hal itu,pemerintah telah hak-hak nasabah dengan undang-undang,yaitu undang-undang perbankan.

Pada mulanya bank berkembang dari kegiatan tukar-menukar yang dikenal sejak jaman pubakala di athena, dan romawi. Selain melakukan tugas tukar-menukar uang dinamakan trapezites(orang dihadapan meja) atau orgentarius di romawi. Selain melakukan tugas tukar-menukar mereka juga menjalankan untuk menyimapan serta meminjamkan uang bagi mereka yang memerlukannya. Usaha tukar menukar dan simpan pinjam ini menjadi lebih berkembang pada abad pertengahan. Hal ini disebabkan karena perkembangan usaha-usaha perdagangan di Eropa serta timbulnya berbagai mata uang yang dimiliki oleh beberapa negara. Khusus dalam tugas peminjaman uang yang dilakukan oleh orang-orang yahudi,kemudian diikuti oleh orang-orang italia yang berasal dr Lombardia.
Sejak 4000 tahun lalu di Babylonia,kerahasian bank  sebagai suatu kelaziman telah diperaktekan sebagaimana tercantum dalam Code of Hamourabi. Begitu juga pada romawi kuno,hal yang menyangkut hubungan antar nasabah dan perbankan sudah diatur,termasuk didalamnya kerahasiaan bank. Sejarah mencatat pula aturan tentang pelarangan-pelarangan yang berkaitan tentang bank.


Di Indonesia pengaturan rahasia bank untuk pertama kali dilakukan pada tahun 1960 dengan keluarnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor. 23 tahun 1960 tentang rahasia bank. Pengaturan rahasia bank selanjutnya mengalami perubahan dari waktu ke waktu yang dapat dikelompokan menjadi 2 bagian :
1.             Pengertian rahasia bank yang hanya meliputi keterngan mengenai nasabah penyimpan dana dan simpanannya saja. Pengertian ini sangat terbatas dan berlaku sejak 10 November 1998 dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang undang-undang perbankan.
2.             Pengertian rahasia bank meliputi keterangan-keterangan mengenai keadaan keuangan dan lain-lain dari segala macam nasabah yang hanya menggunakan jasa bank. Pengertian ini sangat luas meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan nasabah dan diterapkan dalam ketentuan yang berlaku dari tahun 1960 sampai tanggal 10 November 1998 dengan lahirnya undang-undang nomor 10 tahun 1998.

Pengertian rahasia bank dalam undang-undang Nomor 7 1992 yang dimuat Pasal 1 ayat 16 mengatakan bahwa rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan  wajib dirahasiakan. Pengertian ini kemudian diubah dengan pengertian baru oleh undang-undang Nomor 10 tahun 1998 yang mengatakan bahwa Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan ketentuan mengenai nasabah menyimpan dan penyimpan.

2.1.2    Sifat dan Rahasia Bank
  
Mengenai sifat rahasia bank,ada dua teori yang dikemukakan,yaitu teori yang mengatakan rahasia bank yang bersifat mutlak (absolute theory) dan yang mengatakan bersifat relatif (relative theory). Teori ini masing-masing berpegang pada alasan atau argumentasinya. Adapun dua teori mengenai kekuatan berlakunya asas rahasia bank,yaitu :

1.                  Teori mutlak (Absolute Theory)
Menurut teori ini rahasia bank bersifat mutlak. Semua keterangan mengenai nasabah dan keuangannya tercatat di bank wajib dirahasiakan tanpa pengecualian dan pembatasan. Dengan alasan apapun dan oleh siapapun kerahasiaan mengenai nasabah dan keuangannnya tidak boleh dibuka(diungkapkan). Apabila terjadi pelanggaran terhadap kerahasian tersebut,bank yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkannya.

Keberatan terhadap teori mutlak adalah terlalu individulis,artinya hanya mementingkan hak individu (perseorangan). Disamping itu teori mutlak juga bertentangan dengan kepentingan negara atau masyarakat banyak dikesampingkan oleh kepentingan individu yang merugikan negara atau masyarakat banyak. Teori mutlak ini terutama dianut oleh negara swiss sejak tahun 1934. Sifat rahasia bank tidak dapat diterobos dengan alasan apapun. Hal ini dapat dilihat di undang-undang Pemerintah Swiss No.47 mengenai “Perbankan dan bank Tabungan”november 1934. Dengan demikian para koruptor atau pedagang narkotika kelas kakap didunia merasa aman menyimpan hasil uang kejahatannya di bank-bank Swiss. Salah satu contoh pelaku yang melakukan teori mutlak tentang kerahasiaan bank di bank-bank Swiss adalah mantan Presiden Ferdinand Marcos dari Filiphina,dan gembong narkotika Dennis Levine.

Ketatnya rahasia bank dilaksanakan di Swiss,mengakibatkan beberapa Negara tidak dapat menjangkau uang hasil kejahatan warga negaranya yang merugikan negara dan masyarakat banyak,yang disimpan di bank-bank Swiss. Oleh karena itu teori mutlak dianut oleh negara swiss mendapat reaksi keras dari beberapa negara yang kepentingannya dirugikan. Sebagi contoh adalah kasus gugatan Pemerintah Amerika Serikat melalui Stock Exchange Commission ( SEC) kepada semua bank di swiss sehubungan dengan penampungan dana hasil insider trading yang disimpan dibeberapa bank di swiss. Agar bank-bank yang bersangkutan membuka rahasia keuangan nasabahnya.

Ternyata rahasia bank yang bersifat mutlak itu dapat dikompromikan. Sifat mutlak ini telah ditinggalkan oleh bank-bank di swiss sejak tahun 1991 dengan menghapuskan nama samaran dari kode rekening nasabah yang terkenal dengan “formulir B”,yang harus diganti dengan nama aslinya melalui pendaftaran ulang. Jika para nasabah yang bersangkutan tidak mendaftar ulang,mereka harus menutup rekeningnya.

2.      Teori Relatif ( Relative Theory )

Mengenai teori ini bank bersifat relatif ( terbatas). Semua keterangan tentang nasabah dan keuangannya yang tercatat dibank wajib  dirahasiakan. Namun bila ada alasan yang dapat dibenarkan oleh undang-undang,rahasia bank mengenai keuangan nasabah yang bersangkutan boleh dibuka ( diungkapkan ) kepada pejabat yang berwenang,misalnya pejabat perpajakan,pejabat penyidik tindak pidana ekonomi.

Keberatan terhadap teori relatif adalah rahasia bank masih dapat dijadikan perlindungan bagi pemilik dana yang tidak halal, yang kebetulan tidak terjangkau oleh aparat penegak hukum  ( low enforcer ) karena tidak terkena penyidik. Dengan demikian dana tetap aman,tetapi teori relatif sesuai dengan rasa keadilan (sense ofjustice),artinya dalam kepentingan negara atau kepentingan masyarakat tidak dikesampingkan begitu saja. Apabila ada alasan sesuai dengan prosedur hukum maka rahasia keuangan nasabah bloeh dibuka (diungkapkan). Dengan demikian,teori relatif melindungi kepentingan semua pihak baik individu,masyarakat,maupun negara. Teori relatif dianut oleh negara-negara pada umumnya antara lain Amerika Serikat,Belanda,Malaysia,Singapura,Indonesia. Rahasia bank berdasarkan teori relatif diatur undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah oleh undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan.

2.2        Penerapan Rahasia Bank di Indoenesia
2.2.1        Ketentuan Hukum Rahasia Bank
Berdasarkan penelitian kepustakaan tidak ditemui adanya peraturan perundang – undangan yang mengatur masalah rahasia bank sebelum tahun 1960. Walaupun demikian terdapat pendapat yang menyatakan bahwa sesuai dengan prinsip korkondasi,maka ketentuan rahasia bank yang ada di negeri Belanda sebagai negeri yang menjajah Indonesia dapat diberlakukan di Indonesia sebagai negeri jajahannya. Setelah merdeka,peraturan dari negeri Belanda tersebut berdasarkan ketentuan pasal II aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatakan bahwa masih berlaku sampai diadakannya ketentuan mengenai masalah rahasia bank ini.
Sebelum tahun 1964 diketahui bahwa negeri Belanda tidak memiliki undang – undang atau ketentuan tertulis lainnya yang mengatur tentang kewajiban bank untuk merahasiakan keterangan tentang nasabahnya,tetapi tahun 1964 Asosiasi perbankan Belanda membuat suatu ketentuan mengenai rahasia bank ini dimana bank memiliki kewajiban bank untuk merahasiakan itu didasarkan pada “ General conditions “ yang disusun oleh Asosiasi Perbankan Belanda.
Sebelum tahun 1960 jumlah bank tidak banyak dan kesadaran masyarakat untuk menggunakan jasa bank ( bank mindedness ) dan usaha bank begitu maju,lagi pula masalah rahasia bank ini belum menonjol, sehingga belum memerlukan pengaturan secara tertulis. Kekosongan pengaturan rahasia bank tersebut diisi dengan kelaziman yang berlaku, dan demikian pula halnya dengan perjanjian antara bank dengan nasabah. Pada periode sebelum tahun 1960 ini ditemukan adanya maslah rahasia bank antara tahun 1857-1858. Pada waktu itu kantor besar jawatan pajak ( sebelum bernama Direktorat Jendral Pajak ) mengeluarkan ketentuan mengenai keharusan setiap bank melaporkan kegiatan bank dengan nasabahnya kepada kantor Inspeksi keuangan ( nama kantor daerah sebagai pelaksana dari instansi perpajakan pusat yang sejak tahun 1970 bernama Inspeksi Pajak).
Kewajiban tersebut menggoyahkan usaha perbankan karena banyaknya penarikan dana dari bank oleh nasabah. Sebagian dari nasabah tersebut ketakutan karena adanya ketentuan tersebut maka semua simpanan mereka akan diketahui oleh petugas pajak. Oleh sebab itu didalam pasal  2 Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang ( PERPU) Nomor 23 tahun 1960 dibuat ketentuan berikut : “bank tidak boleh memberikan keterangan tentang keadaan keauangan langganannya yang tercatat padanya dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam hal yang ditentukan pada Pasal 3 yang menyatakan bahwa :
1.      Menteri keuangan atas permintaan tertulis dari Kepala Jawatan Pajak berwenang untuk memerintahkan kepada bank,supaya memberikan keterangan-keterangan dan memperlihatkan buku-buku,bukti-bukti tertulis atau surat-surat kepada pejabat sebagaiman dimaksud dalam pasal 22 Ordonansi Pajak Pendapatan 1944,pasal 54a Ordonansi Pajak Kekayaan 1932, pasal 43a Ordonansi Pajak Perseroan 1925
2.      Permintaan tertulis tersebut diatas harus menyebutkan wajib pajak yang dikehendaki keterangannya.
3.      Untuk kepentingan peradilan dalam perkara tindak pidana Menteri Pertama dapat memberi izin kepada jaksa/hakim untuk meminta kepada bank keterangan tentang keadaan keuangan tersangka/terdakwa.
Izin diberikan secara tertulis atas permintaan Jaksa Agung apabila yang memerlukan keterangan adalah Jaksa,dan atas permintaan Ketua Mahkamah Agung apabila hakim yang memerlukan keterangan-keterangan itu. Apabila yang memerlukan keterangan adalah Jaksa,maka harus disebutkan nama tersangka sebab-sebab keterangan diminta dan hubungan antar pidana yang bersangkutan dengan keterangan-keterangan yang diminta peraturan ini.

Ketentuan rahasia bank yang berlaku saat ini,merupakan bagian dari ketentuan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaiman yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan,begitu juga pada Undang-Undang perbankan sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 14 tahun  1967 tentang Pokok-pokok perbankan,pada bab VII,yaitu dalam pasal 36 dan pasal 37. Ketentuan rahasia bank tersebut pada masa undang-undang perbankan pada tahun 1967 ini dilengkapi dengan penafsiran yang dikeluarkan oleh bank Indonesia yang dituangkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/337/UPPB/PbB,tanggal 11 semptember 1967 penafsiran tentang pengertia rahasia bank yang menyatakan sebagaimana berikut :
1.        Keadaan keuangan nasabah yang tercatat padanya,ialah keadaan mengenai keuangan yang tercatat pada bank yang meliputi segala simpanan yang tercantum dalam semua pos-pos passiva dan segala pos-pos aktiva yang merupakan pemberian kredit dalam berbagai macam bentuk kepada yang bersangkutan.
2.        Hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan,ialah segala keterangan orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya sebagaiman dimaksud dalam pasal 23 dalam undang-undang No.14 tahun 1967 tentang Pokok-pokok perbankan.

Pada masa berlakunya undang-undang No.14 tahun 1967 tentang Pokok-pokok perbankan,pemeriksaan pajak pada wajib pajak,lembaga keuangan tidak dapat dilakukan secara tuntas hal ini disebabkan karena penegasan Direktur Jenderal Pajak dengan Surat Edaran Nomor  SE.31/PJ.7/1990 tertanggal 7 Desember 1990 perihal pemeriksaan terhadap bank. Surat ini pada intinya mengatakan bahwa ketentuan pemeriksaan terhadap bank sebagai wajib pajak,dimana didalam pemeriksaan pajak tidak diperkenakan untuk memeriksa catatan dan dokumen mengenai rekening para nasabah bank yang bersangkutan, khusu mengenai :
1.        Perkembangan Deposito,tabungan,rekening giro dan rekening lainnya dari nasabah.
2.        Rincian bunga yang diterima dan atau yang dibayarkan oleh bank
Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan,maka peraturan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi,begitu pula dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan dinyatakan tidak berlaku lagi. Ketentuan mengenai rahasia bank pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan merupakan penyempurna,meskipun kenyataannya masih belum terwujud dengan baik.
Dari ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan ternyata dirasakan belum jelas dan rinci,apa dan bagaimana kerahasian  bank sesuai dengan kondisi hukum dan perkembangan perbankan Indonesia. Hal tersebut dirasakan karena belum adanya pelaksana peraturan lainnya seperti peraturan Pemerintah mengenai kerahasian bank. Adanya keadaan belum lengkapnya peraturan perundang-undangan yang mengatur kerahasian bank serta belum jelasnya ketentuan rahasia bank pada perundang-undangan. Lebih memungkinkan lagi digunakannya cara penafsiran perundang-undangan .
Setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan masalah kerahasiaan bank dianggap telah lebih baik dan jelas dari pada ketentuan yang terdapat didalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.


2.2.2        Penerapan Ketentuan Rahasia Bank

Secara sosiologis dapat dikatakan bahwa tidak ada peraturan tertulis yang sempurna dan jelas bila dihadapkan dengan penerapannya pada kehidupan nyata. Selesainya suatu pembuatan peraturan bukan akhir dari segalanya,tetapi awal dari permulaan dari suatu proses yang lain,yang bisa jauh lebih panjang. Hal utama yang dihadapi adalah kerumitan dalam penegakkannya,dan keadaan itu tidak pernah berlangsung seperti garis lurus.
Suatu ketentuan yang tertuang dalam peraturan tidak selalu dapat secara cepat diketahui maksudnya,tetapi meskipun demikian suatu  ketentuan tidak bisa karena belum jelasnya maksud ketentuan tersebut,maka penerapannya ditunda menunggu petunjuk pelaksanaannya dan petunjuk tekniknya. Ketentuan dari perundang-undangan harus dilaksanakan penuh bila telah diumumkan dalam lembaran negara. Demikian juga halnya dengan ketentuan mengenai rahasia bank yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan,meskipun belum jelas dan belum ada peraturan pelaksanaanya,itu tidaklah harus menghambat untuk diterapkan dalam kondisi sekarang ini. Kondisi demikian dapat diatasi dengan jalan usaha penafsiran atas ketentuan tersebut.
Ada dua macam penafsiran perundang-undangan,yaitu :
1.            Teori penafsiran perundang-undangan

Menurut Fitzgerald,salah satu sifat yang melekat pada perundang-undangan,atas hukum tertulis adalah sifat otoritatif dari rumusan-rumusan peraturannya. Namun demikian,pengaturan dalam bentuk tertulis itu sesungguhnya hanyalah bentuk saja dari usaha untuk menyampaikan suatu ide atau pikiran. Sehubungan dengan demikian orang menyebutnya adanya “semangat” dari suatu peraturan sehingga perlu usaha untuk menggali semangat tersebut hal itu biasa dilakukan oleh kekuasaan pengadilan untuk membentuk interpretasi atau kontruksi.
Pembuatan kontruksi dan interpretasi ini oleh Radbruch zu-ende-Denken eines Gedachten yaitu suatu usaha untuk mencari dengan sungguh-sungguh apa yang sebenarnya dipikirkan oleh pembuat undang-undang (low making) . prosesn Zu ende Denken tersebut tidak hanya dilakukan oleh hakim atau siapa saja yang pada suatu waktu melakukan interpretasi itu,melainkan juga merupakan hasil dari interaksi dengan masyarakat tempat keputusan itu diterapkan,oleh Scholten disebut sebagai unsur konsekuensi terhadap masyarakatnya. Selanjutnya Fitzgerald menyebutkan bahwa interpretasi secara garis besar dibedakan kedalam interpretasi harafiah,dan fungsional. Interpretasi harafiah semata-mata menggunakan kalimat-kalimat dari peraturan sebagai pegangannya,ia tidak keluar dari literal egis. Sedangkan interpretasi fungsional sebagai interpretasi bebas yang tidak mengikatkan diri sepenuhnya kepada kalimat dan kata-kata peraturan,melainkan mencoba untuk memahami maksud sebenarnya dari suatu peraturan dengan menggunakan sumber lain yang dianggap bisa memberikan kejelasan yang lebih memuaskan.

2.        Penafsiran dan pendapat para ahli serta peraturan tentang rahasia bank

Penafsiran oleh para ahli baik dari kalangan hukum atas suatu ketentuan,adalah sebagai usaha untuk mencari dengan sungguh-sungguh apa yang sebenarnya dipikirkan oleh pembuat undang-undang ( law maker ). Mungkin hasil itu adalah hal-hal yang memang terpikirkan oleh pembuat undang-undang waktu itu,atau tetapi mungkin juga tidak bahkan merupakan hal yang baru.
Penafsiran merupakan usaha untuk mengisi kekosongan terhadap suatu ketentuan yang masih belum sempurna. Dibalik itu pula mengandung konsekuensi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan atas ketentuan tersebut dengan menafsirkan sesuai dengan kepentingannya. Hal tersebut tidak jarang terjadi yaitu suatu ketentuan perundang-undangan dijadikan perisai sebagai pelindung orang yang berbuat dan beritikad tidak baik. Rumusan tentang rahasia bank ditafsirkan absolut,maksudnya segala informasi yang menyangkut nasabah tidak boleh terbuka untuk masyarakat,keadaan inilah dijadikan bekal oleh debitur nakal dengan berlindung pada kerahasian bank untuk berbuat melanggar hukum,misalnya menyalahgunakan kredit yang diperolehnya.
Hal demikian mengakibatkan terjadinya penerapan yang tidak sempurna,ketidak sempurnaan tersebut terliha dengan kesan berkembangnya pendapatan bahwa pasal tersebut terlalu berpihak kepada nasabah khususnya debitur tertentu,sehingga terlalu berlebihan yang akibatnya untuk kepentingan umumpun yang termasuk rahasia bank tidak leluasa diungkap.

2.3         Hubungan Bank dengan Nasabah

Hubungan bank dengan nasabahnya adalah hubungan kontraktual,begitu seorang nasabah menjalani dengan bank maka pada dasarnya terciptalah hubungan kontraktual antara mereka. Hubungan hukum antara nasabah dengan bank terjadi setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian untuk memanfaatkan produk jasa yang ditawarkan bank,dimana setiap produk bank selalu terdapat ketentuan-ketentuan yang ditawarkan oleh bank. Dengan adanya persetujuan dari nasabah ini berarti nasabah telah menyetujui isi serta maksud perjanjian,dengan demikian berlaku facta sun servada,yaitu perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak sebagai undang-undang,dimana asas ini terdapat di dalam pasal 1338 kitab undang-undang Hukum Perdata

Asas kebebasan berkontrak tersebut tidak berarti para pihak bebas untuk melakukan perjanjian apa saja menurut kepentingan dan kehendak para pihak tersebut. Kebebasan sebagaimana diutarakan diatas,dibatasi oleh ketentuan yang terdapat di pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu :
1)      Sepakat mereka yang mengikatkan diri
2)      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3)      Suatu hal tertentu
4)      Suatu sebab yang halal

Syarat sahnya perjanjian sebagaimana dijelaskan diatas berkaitan dan dijelaskan oleh pasal-pasal lain,misalnya dengan kecakapan untuk membuat suatu perikatan diatur lebih lanjut dalam pasal 1392 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata,berkaitan dengan sesuatu hal tertentu diatur dalam pasal 1332,1333 dan pasal 1334. Kitab Undang-undang hukum perdata dan berkaitan dengan suatu yang halal dalam pasal 1335,1334,1337 Kitab undang-undang Hukum Perdata.

Hubungan Kontraktual antara bank dengan para nasabah yang ternyata mempuyai dasar yang dapat dikaitkan pada beberpa ketentuan,sesuai dengan perikatan yang dilakukan antara mereka. Dalam kepentingan perlindungan konsumen perlu dijelaskan tanggung jawab hukum yang dipikul oleh kedua belah pihak. Dengan demikian harus terbentuk semangat saling mempercayai,sehinggs terwujud suatu praktek perbankan yang sehat,secara nyata terpraktekan berbentuk:
1.             Terdorongnya bank untuk berkewajiban memberikan informasi,syarat – syarat dengan jelas dan memadai kepada nasabah dan calon nasabah.
2.             Baik bank maupun nasabah sebelum melaksanakan bisnis harus menandatangani kontrak yang rasional.
3.             Baik bank maupun nasabah harus menetapkan didalam kontrak mereka sistem,prosedur untuk menyelesaikan perselisihan secara bersahabat jika terjadi masalah.
Tetapi meskipun demikian kenyataan saat ini hal-hal seperti itu belum. Sepenuhnya terwujud. Hal itu belum sederajat kedudukan para pihak.
Hubungan antara nasabah dengan bank terdapat pada formulir-formulir tersebut telah diisi oleh nasabah dan disetujui oleh bank. Formulir-formulir tersebut berisikan tentang permohonan atau perintah atau kuasa kepada bank. Nasabah yang mengisi formulir atau permohonan kepada bank yang dipercayainya,serta menyerahkan dananya kepada bank untuk dikelola oleh bank dengan baik dalam pengertian  yang seluas-luasnya. Aplikasi atau permohonan tersebut bukan hanya pada bentuk penempatan dana,tetapi juga transaksi-transaksi lain yang memang didasarkan pada unsur kepercayaan,termasuk transfer dana,collection,serta produk – produk lainnya.
Hubungan hukum formal antara bank dengan nasabah seringkali menunjukan berlakunya ketentuan yang lebih luas dan ketentuan tersebut dinyatakan sebagai ketentuan yang berlaku dan merupakan bagian serta satu kesatuan yang tidak dipisahkan dengan aplikasi tersebut. Lebih lanjut,ketentuan – ketentuan sebagaimana diatur dalam satu klausula yang menyatakan pelaksanaan semua persetujuan dan hubungan antara bank dengan pemegang rekening dilakukan dengan memperhatikan “ peraturan yang berlaku “ . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk suatu hubungan hukum anatara nasabah dengan bank dalam pembukaan rekening terdapat empat ketentuan yang berlaku yaitu :
1.        Ketentuan yang terdapat dalam aplikasi
2.        Ketentuan yang terdapat pada syarat – syarat umum pembukaan rekening
3.        Peraturan yang berlaku (sebagaimana dijelaskan dan dirumuskan diatas)
4.        Ketentuan yang terdapat pada produk yang digunakan oleh nasabah
Apa yang diatas merupakan  penunjukan terhadap ketentuan – ketentuan formal yang mengatur mengenai hukum antara nasabah dengan bank.  Persoalan lain apakah nasabah mengetahui tentang hak dan kewajibannya dalam mengadakan hubungan hukum dengan bank. Persoalan ini perlu dikemukakan,sebab nasabah pada dasarnya telah terlanjur percaya kepada bank sehingga mereka juga mempercayai apa yang dibuat dan termuat dalam formulir tersebut. Atas dasar kepercayaan itulah,sekalipun perjanjian – perjanjian antara nasabah dengan bank tersebut menguntukan secara sepihak bagi bank,tetapi masyarakat tidak memperdulikan hal tersebut,sebab mereka telah mempercayai sepenuhnya terhadap bank yang dipilih.
Problem bagi bank adalah bagaimana membuat suatu perjanjian standar yang memenuhi rasa keadilan sebagaimana dimaksud dalam filosofi hukum tersebut. Hal ini didasarkan kepada fakta bahwa bank sebagai lembaga kepercayaan yang melindungi dana nasabah yang disimpannya,termasuk pengelolaan dalam bentuk kredit. 
 BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN


3.1         Kejahatan Perbankan dan Kejahatan Rahasia Bank

Bank memiliki peranan penting dalam kegiatan ekonomi bagi masyarakat negara. Peranannya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat. Melihat sifat ekonomi dari bank tersebut,maka nyata sekali bank memiliki strategi penting bagi kemajuan ekonomi suatu bangsa. Semua negara didalam memajukan perekonomiannya,senantiasa memelihara perbankannya dengan baik,menyehatkan fungsi dan peranannya secara sungguh-sungguh dan menjaga agar jangan sampai timbul “penyakit” ataupun “virus“ yang dapat mendorong eksistensi bank itu sendiri.
Pengalaman menunjukan bahwa dunia perbankan,khususnya di indonesia tidak luput dari perbuatan-perbuatan ilegal ditubuh bank,dan itulah yang disebut dengan kejahatan perbankan,sehingga bank itu menjadi terganggu fungsi dan perannya. Masalah kejahatan perbankan ini dapat dikategorikan kejahatan kerah putih (white color crime),konsep yang diperkenalkan oleh kriminolog Amerika Serikat Edwin H.Sutherland,pada tahun 1939 dalam bukunya yang berjudul “ white color criminality”. Yang olehnya diidentifikasikan sebagai kejahatan korporasi.
Kejahatan perbankan yang makin ekstensif dengan ditunjang kemajuan iptek dibidang telekomunikasi informatika,tidak hanya berskala nasional,tetapi secara regional dan internasional. Lebih jauh dilihat dari korbannya,kriminalitas perbankan bertendensi besar dan masal dimana pelakunya umumnya intelektual yang sulit tersentuh oleh perangkat hukum yang pembuktiannya diketahui berselang beberapa waktu kemudian. Berbeda dengan kejahatan konvensional. Area operadinya berkisar anatara perampok atau pencurian dengan kekerasan yang perbuatannya terlihat cepat dan nyata,dan secara cepat dapar diketahui langsung pelakunya.
Secara umum,kejahatan white color crime,dapat dikelompokkan dalam :
1.    Kejahatan yang dilakukan oleh kalangan profesi dalam melakukan pekerjaannya.
2.    Kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah atau aparatnya sperti korupsi dan tindak penyalahgunaan kekuasaan,pelanggaran terhadap hak warga negara.
3.    Kejahatan korporasi
Senada dengan hal itu Muladi memberikan identifikasi white color crime meliputi :
1.    Penyamaran sifat tersembunyi maksud,dan tujuan kejahatan
2.    Keyakinan sipelaku terhadap kebodohan,kesembronoan sikorban,yang dalam hal ini kurang keahlian,kurangnya pengetahuan dan keteledoran sikorban yang dimanfaatkan
3.    Penyembunyian pelanggaran
Sulitnya pengungkapkan kejahatah perbankan,lebih karena faktor – faktor dibidang perbankan pada umumnya bersindikat dan terorganisasi secara rapi. Kepala Investigasi Kejahatan Perbankan Mabes Polri, Suyatna mengatakan para pelaku dalam aksinya menyatu dan bertindak sebagai pelaku ekonomi yang tampak di masyarakat seolah – olah ikut memobilasasi ekonomi. Seringnya terjadi kejahatan pada perbankan tidak terlepas adanya kolusi anatar pihak perbankan dengan pihak diluar perbankan,maupun kesalahan dalam pengelolaan perbankan (good governance ) dan prinsip kehati-hatian serta kurangnya pengawasan dan pembinaan terhadap Bank Indonesia.
Didalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 ada diatur tentang kejahatan terhadap perbankan. Ketentuan ini diatur di dalam  Ketentuan Pidana dan Sanksi Administrasi mulai dari Pasal 46 sampai pasal 53. Untuk perbuatan Pidana perbankan diatur dalam Pasal 46 sampai Pasal 51. Sedangkan khusus pada perbuatan pidana terhadap rahasia bank diatur dalam Pasal 47 ayat (1) dan (2). Sistem perlindungan yang dianut oleh undang – undang perbankan Indonesia hanya terbatas kepada nasabah penyimpan,bukan mencakup nasabah debitur. Kejahatan yang berhubungan dengan rahasia bank adalah pemberian informasi tentang simpanan nasabah penyimpan kepada pihak lain sehingga pihak lain mengetahui simpanan nasabah penyimpan sebagaimana yang dimaksud Pasal 40 ayat (1) Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan.
Secara eksplit ada dua jenis tindak pidana yang ditentukan oleh Pasal 47 Undang – undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berkaitan dengan rahasua bank. Yang pertama ialah tindak pidana yang dilakukan oleh mereka yang tanpa membawa perintah atau izin dari pimpinan Bank Indonesia dengan  memaksa bank atau pihak yang terafiliasi untuk memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank. Tindakan tersebut ditentukan oleh pasal 47 ayat (2).
Untuk lebih jelasnya bunyi lengkap Pasal 47 ayat (1) dan (2) adalah sebagai berikut :
1.    Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,Pasal 41 A,dan Pasal 42,dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40,diancam dengan pidana penjara sekurang – kurangnya 2 tahun dan paling 4 tahun serta denda sekurang – kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 ( sepuluh milyar rupiah ) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 ( dua ratus milyar rupiah )
2.    Anggota Dewan Komisaris,Direksi,pegawai bank atau pihak terafiliasi  lainnya yang dengan sengaja memberkan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40,diancam dengan pidana sekurang – kurangnya Rp. 4.000.000.000,00 ( empat milyar rupiah ) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000 ( delapan milyar rupiah ).







3.1    Pengecualian Rahasia bank

Secara umum kerahasiaan berkaitan dengan kepercayaan,karena itu pula rahasia bank diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan. Mengingat kerahasiaan bank tersebut utamaannya untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan sehingga tidak berlebihan apabila Bank Indonesia dalam pengaturan rahasia bank,menentukan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor  2/19/PBI/2000  tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank,bahwa keterangan mengenai nasabah selain nasabah penyimpan bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank.
Selain itu didalam Undang – Undang Perbankan Indonesia dalam pengaturan kerahasian bank tidak secara mutlak untuk menutupi informasi dan data yang ada untuk kalangan pihak tertentu. Dari ketentuan larangan pembukaan rahasia bank menurut ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tersebut dapat dikecualikan beberapa kondisi tertentu. Dengan demikian Indonesia menganut teori nisbi,yaitu bahwa pemberian data dan informasi yang menyangkut kerahasian bank kepada pihak lain dimungkinkan dengan alasan tertentu. Tetapi mengenai pihak yang harus menyimpan rahasia karena profesi dan pekerjaannya hampir sama ketentuannya dengan Swiss yaitu menyangkut semua pihak yang berhubungan dengan kegiatan bank. Kata ” kecuali” dalam pasal 40 ayat (1) ini merupakan pembatasan terhadap berlakunya rahasia bank. Mengenai keterangan yang disebutkan dalam pasal – pasal yang dikecualikan itu,bank boleh mengungkapkannya ( tidak
Mengenai kemungkinan perobosan kerahasiaan bank dapat dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan adalah :
1.    Untuk kepentingan peradilan pidana
2.    Untuk kepentingan tukar menukar informasi antar bank
dirahasiakannya ). Untuk kepentingan piutang bank
Untuk kepentingan perpajakan,penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara dan kepentingan peradilan dalam perkara pidana,wajib terlebih dahulu memperoleh perintah atau ijin tertulis untuk membuka rahasia bank dari Pimpinan Bank Indonesia,sedangkan untuk kepentingan peradilan dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya,tukar menukar informasi antar bank,permintaan,persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis,permintaan ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang telah meninggal dunia,tidak memerlukan perintah atau ijin tertulis untuk membuka rahasia bank dari Pimpinan Bank Indonesia.
1.    Untuk kepentingan peradilan pidana
Didalam Pasal 42 ayat ( 1 ) disebutkan bahwa untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi,jaksa,atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa  pada bank. Izin tersebut diperoleh dengan cara seperti diatur dalam pasal 42 ayat ( 2 ) dan ( 3 ).
a.    Atas permintaan tertulis dari :
1.         Kepala Kepolisian Republik Indonesia dalam tahap penyidikan
2.         Jaksa agung dalam tahap penuntutan
3.         Ketua Mahkamah Agung dalam tahap pemeriksaan dimuka pengadialan
b.    Pemberian Izin Pimpinan Bank indonesia tersebut :
1.      Dibuat secara tertulis
2.      Menyebutkan nama dan jabatan polisi,jaksa dan hakim yang meminta
3.      Nama tersangka atau terdakwa
4.      Alasan diperlukannya keterengan
5.      Hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan tersebut.


Dalam penjelasan Pasal 42 menyebutkan kata “ dapat “ memberikan izin dimaksudkan untuk memberi penegasan bahwa izin oleh Pimpinan Bank indonesia akan diberikan sepanjang permintaan tersebut telah memenuhi syarat dan tatacara seperti yang disebutkan dalam pasal 42 ayar ( 2 ) dan ( 3 ).

2.    Untuk kepentingan tukar menukar Informasi antar bank

pasal 44 ayat (1) Undang – undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan menerangkan bahwa dalam tukar menukar informasi antar bank,direksi dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnyan kepada pihak bank lain. Tujuan tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk mempelancar dan mengamankan kegiatan usaha bank,antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status  dari suatu bank lain. Dengan demikian,bank dapat menilai tingkat resiko yang dihadapi sebelum melakukan transaksi dengan nasabah atau bank lain. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia pada Pasal 32. Informasi bank tersebut dapat berupa :
a.    Informasi bank,untuk mengetahui keadaan dan status bank dalam rangka melakukan kerja sama atau transaksi dengan bank.
b.    Informasi kredit,untuk mengetahui keadaan dan status debitor bank guna mencegah penyimpangan pengelolaan perkreditan.
c.    Informasi pasar uang,untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi likuiditas pasar.

Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/6/UPB tanggal 25 januari 1995, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan tukar menukar informasi antar bank adalah permintaan pemberian informasi mengenai keadaan kredit yang diberikan bank kepada debitor tertentu dan keadaan serta status suatu bank. Informasi antar bank ini hanya dapat dilakukan oleh anggota direksi atau pejabat yang memperoleh penunjukansebagaimana diatur oleh ketentuan internal masing – masing.

Dalam tukar menukar informasi antar bank ini,ada 2 bentuk permintaan informasi antar bank yaitu :
1.    Permintaan informasi antar bank yaitu;
Bank dapat meminta informasi kepada bank lain mengenai keadaan debitor tertentu secara tertulis dari direksi bank dengan menyebutkan secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta.
Permintaan informasi mengenai keadaan kredit dapat dilakukan oleh :
a.    Bank umum kepada bank umum.
b.    Bank perkreditan rakyat kepada perkreditan rakyat
Bank yang diminta informasi wajib memberikan informasi secara tertulis sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk nasabah yang masih tercatat sebagai debitor aktif (nasabah aktif) cukup dengan menegaskan bahwa nasabah dimaksud adalah debitor yang bersangkutan. Sedangkan untuk nasabah yang tidak lagi tercatat sebagai debitor aktif (nasabah tidak aktif) informasinya dapat meliputi :
Data debitor,Data pengurus,Data anggunan,Data jumlah fasilitas kredit yang diberikan,Data keadaan kolektibilas terakhir.
Informasi yang diterima oleh bank peminta,bersifat rahasia dan wajib digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan sebagaimana disebut dalam surat permintaan informasi. Bank yang melanggar akan dikenakan sanksi administrasi yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank.
2.  Permintaan informasi melalui Bank Indonesia
Bank dapat meminta informasu mengenai nasabah debitor kepada Bank Indonesia atau keadaan atau status suatu bank melalui Bank Indonesia secara tertulis dengan menyebut secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta.
Informasi mengenai bank yang dapat diberikan oleh Bank Indonesia meliputi :
a.    Nomor dan tanggal akta pendirian dan izin usaha
b.    Status/jenis usaha
c.    Tempat kedudukan
d.   Susunan pengurus
e.    Permodalan
f.     Neraca yang telah diumumkan
g.    Pengikut sertaan dalam kliring dan
h.    Jumlah kantor bank

Bank yang melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi administratif yang dpat menurunkan tingkat kesehatan bank.

3.2    Kasus – kasus yang berhubungan dengan rahasia bank

Dalam penerapan hukum selalu dijumpai dengan adanya hal – hal baru sebagai suatu konsekuensi atas diberlakukannya ketentuan bagi masyarakat yang diaturnya. Menyangkut kerahasian bank ini pun Indonesia dihadapkan kepada masalah apa yang sebenarnya dikehendaki oleh pembuat undang – undang yang behubungan dengan kerahsian bank. Pembuatan undang – undang yang berhubungan dengan kerahasian bank ini ditujukan demi terciptanya keamanan simpanan dana nasabah pada bank serta terjaminnya kerahasian terhadap informasi tentang simpanan nasabah penyimpan. 
Masalah kerahasiaan bank sangat sensitif terhadap simpanan dana nasabah serta kepercayaan nasabah terhadap bank sebagai salah satu lembaga keuangan,semakin tinggi rahasia dan informasi dari suatu bank terhadap simpanan nasabah semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat terhdap bank tersebut,walaupun disadari bahwa tingginya tingkat kerahasian informasi tentang simpanan nasabah penyimpan dapat menimbulkan tindak pidana.
Perlunya pembahasan masalah rahasia bank karena adanya kecenderungan pemanfaatan ketentuan rahasia yang tidak diatur secara baik digunakan oleh pihak – pihak tertentu untuk kepentingannya sehingga merugikan pihak lain,hal ini pernah dilakukan oleh nasabah maupun bank. Nasabah yang “Nakal” bisa saja menyerang balik bank dengan tuduhan melanggar rahasia bank dan sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari kasus pelporan pidana oleh nasabah terhadap bank dengan tuduhan membocorkan rahasia bank yang dialami oleh Bank Eksport-Import cabang jember yang proses penyelidikannya sampai tingkat kejaksaan (1998),Panin Bank Surabaya dilaporkan kepolisian (1994),Bank Niaga Surabaya dilaporkan kepolisian (1994),Bank umum Servitia Medan dilaporkan kepolisian (1994),dan Bank Angkasa dilaporkan ke Mabes Polri yang digugat secara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,tetapi pelaporan pidana ditolak dan tercapai perdamaian dalam perkara perdata (1995). Secara umum nasabah pada bank – bank tersebut diatas memiliki kredit macet dan melaporkan bank secara pidana dengan tuduhan melanggar ketentuan rahasia bank karena bank dalam menagih/menegor nasabah memberikan tembusan surat tagihan/teguran kepada pihak yang memberi referensi atau rekomendasi.
 Sementara secara perdata ada nasabah yang mengugat banknya atas dasar perbuatan melawan hukum (pasal 1365 dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata),karena dituduh telah membocorkan rahasia bank yang menimbulkan kerugian bagi nasabahnya. Setelah diperiksa dipengadilan akhirnya perkara diselesaikan secara damai. Pada tahun 1990 terdapat juga suatu kasus kesalahan transfer yang seharusnya untuk rekening A tetapi dikirimkan ke rekening B. Oleh B uang tersebut dipakai,setelah diminta untuk mengembalikan B mengalami kesulitan dan akhirnya dilaporkan secara pidana oleh bank dengan tuduhan penggelapan,tetapi sampai tingkat Mahkamah Agung nasabah dibebaskan tuntutan. Kemudian nasabah melaporkan bank karena telah melanggar ketentuan rahasia bank dengan alasan pihak bank ketika melaporkan dirinya telah meneybutkan rekening dan keadaan keuangan dirinya.
Pernah juga terjadi ketentuan rahasia bank digunakan oleh pengacara terdakwa untuk “mengintimidasi” seorang saksi. Dalam kasus korupsi dengan terdakwa “NH” di Pengadilan Negeri Ujung Pandang,seorang saksi yang dihadapkan dipengadilan urung memberikan kesaksian karena diancam oleh pengacara terdakwa dan akan diperkarakan secara pidana apabila memberikan kesaksian tanpa izin Menteri Keuangan. Pengacara terdakwa tidak mengetahui bahwa sejak keluarnya Undang – Undang Nomor 10 tentang perbankan, izin tersebut diberikan oleh Pimpinan Bank Indonesia. Pada tanggal 15 februari 1999,hakim memang tidak pernah memberi izin dari pimpinan bank indonesia agar saksi dapat memberikan keterangan,dan anehnya jaksa dan hakim tidak berupaya semaksimal mungkin agar saksi memberikan keterangan di pengadilan lewat prosedur yang telah diatur dalam ketentuan hukum.
Kasus Arthaloka. Perkara manipulasi gedung arthaloka yang disebutkan merugikan uang Negara sebesar 11,56 milyar rupiah,sangat menarik karena dalam kesaksiannya empat bank asing dan satu bank umum pemerintah di hadapan pengadilan memberikan kesaksian secara terbuka. Pembeberan kesaksian secara terbuka ini menyangkut hal – hal yang dikategorikan sebagai rahasia bank. Mereka menerangkan lalu lintas simpanan P.T. MRE yang dipimpin oleh Drs. WS (presdir) dan ir RP (direktur) selaku terdakwa. Kesaksian dari pihak bank terhadap suatu perkara di pengadilan hal yang biasa setelah memenuhi ketentuan yang berlaku,terlebih bila menyangkut kepentingan umum,kesaksian itu wajar juga sangat diperlukan. Hanya saja dalam kasus ini begitu terbukanya rahasia bank tersebut diuraikan dalam persidangan.
Selain itu masalah dokumen yang menyangkut Secretcy waiver pada kasus Pertamina yang diadili di Singapura,ketika itu yang menjadi persoalan adalah rekening Achmad Tahir diamana didalam sidang pemeriksaan barang bukti pada tahun 1986 (summons for direction).
Hakim memeriksa T.S. Sinnathuray dalam satu putusannya secara tegas mengatakan bahwa pihak Ny. Kartika dalam jangka waktu 90 hari harus menyebutkan sumber uang di Sumitomo Bank serta nama perusahaan yang menjadi sumber uang tersebut serta dasar pemberian uang itu. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Banding ( court of appleal ) yang diketuai oleh Wee Chong Yin dalam putusannya tanggal 15 februari 1989,menyatakan menolak banding Kartika,dan memerintahkan Kartika dalam waktu 60 hari untuk membuka account di Sumitomo Bank dengan menyebutkan nama perusahaan Jerman menyerahkan uang tersebut. Pertamina mendapatkan bukti – bukti berups transaksi pembayaran dari dua kontraktor Jerman,Seimen dan Klocner pada rekening Achmad Tahir di Sumitomo Bank.   
  

2.4      Sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan Rahasia Bank
 
Menurut ketentuan didalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan maka sanksi pidana atas pelanggaran prinsip rahasia bank ini bervariasi. Ada 3 ciri khas dalam sanksi pidana terhadap pelanggar rahasia bank dalam undang – undang perbankan ini,sebagaimana juga terhadap sanksi – sanksi pidana lainnya dalam undang – undang perbankan yang bersangkutan. Ciri dan sanksi pidana terhadap pelanggaran prinsip rahasia bank,yaitu sebagai berikut :
a.       Terdapat ancaman hukuman minimal disamping ancaman maksimal
b.      Antara ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda bersifat kumulatif,bukan alternatif
c.       Tidak ada kolerasi antara berat ringannya ancaman hukuman penjara dengan hukuman denda

Ancaman hukuman pidana terhadap pelaku tindak pidana dibidang perbankan menurut Undang – undang Perbankan dapat dibagi dalam 3 kategori sebagai berikut :
1.    Pidana penjara minimal 2 (dua)  tahun dan maksimal 4 (empat)  tahun serta denda sekurang – kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus milyar rupiah), diancam terhadap barang siapa yang tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,41 A,dan Pasal 42 dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Undang – undang Perbankan.
2.    Penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 4 (empat) tahun serta denda minimal Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah) dan maksimal denda Rp. 8.000.000.000,00 (delapan milyar rupiah),diancam terhadap anggota dewan komisaris,direksi,pegawai bank,atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan wajin dirahasiakan menurut Pasal 40 Undang – undang Perbankan.
3.     Pidana penjara minimal 2 (dua) tahun dan maksimal 7 (tujuh) tahun serta denda minimal Rp. 4.000.000.000,00 (empat milyar rupiah) dan denda maksimal Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah) diancam kepada anggota dewan komisaris,direksi,pegawai bank,atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan wajin dirahasiakan menurut Pasal 40 Undang – undang Perbankan.
 Bab IV
Kesimpulan dan Saran


4.1       Kesimpulan

Hubungan hukum antar bank dengan para nasabahnya adalah hubungan kontraktual,begitu seorang nasabah menjalin hubungan dengan bank maka pada dasarnya terciptalah hubungan kontraktual anatara mereka,dimana hubungan hukum antar nasabah dengan bank terjadi setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian sesuai dengan Pasal 1320,Pasal 13320,1333 dan Pasal 1334 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata dan berkaitan dengan suatu yang halal dalam Pasal 1335,1334, dan 1337 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata  Selain itu Penerapan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah ditujukan untuk melindungi nasabah dari penyimpangan – penyimpangan yang ditimbulkan akibat kesalahan operasional bank. Penerapan kerahasiaan bank dilakukan untuk menjaga,menyakinkan dan menenangkan nasabah ketika ia menyerahkan keterangan pribadinya yang bersifat rahasia  kepada bank yang mempunyai hubungan kontraktual tersebut. Sehingga nasabah bersedia menyimpan uangnya di bank, maka rahasia pribadi tentang penyimpan dan simpanannya harus dirahasiakan. Dengan berdasarkan ketentuan perundang – undang yang berlaku.
Untuk melindungi nasabah pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia sebagai bank pengawas menerbitkan peraturan – peraturan yang berhubungan dengan prinsip mengenal nasabah (know your costomer princple) ini, guna melindungi nasabah dan juga bank dari tindak kejahatan perbankan dan mengantisipasi terjadinya transaksi mencurigakan yang berhubungan dengan tindak pidana pencucian uang ( Money Laundering ). Bahwa terdapat hubungan antara prinsip mengenal nasabah ( know your customer principle) dengan prinsip rahasia bank.Penyebab yang dominan mengenai munculnya kasus rahasia bank adalah kerena pengaturan rahasia yang masih kurang lengkap,sehingga kurang memberikan kepastian hukum bagi pihak – pihak yang terkait. Ketidakpastian ini dapat menimbulkan inefisiensi terhadap ketentuan rahasia bank.
Dari aspek sanksi hukum terhadap pelanggaran prinsip rahasia bank sangat berat, hal ini dapat dilihat dari Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 khususnya dari Pasal 41,41 A dan Pasal 42 dimana hukuman bagi pelanggar prinsip rahasia bank ini bersifat Kumulatif (penjara dan denda) dan bukan hukuman denda. Kerahasian bank yang

dianut di Indonesia adalah menganut teori relatif (relative theory), dimana teori ini membolehkan bahwa kerahasian bank dapat dibuka (diungkapkan) untuk kepentingan umum dan pribadi seperti : untuk kepentingan tukar menukar informasi antar bank serta untuk kepentingan warisan,untuk kepentingan piutang bank,untuk kepentingan peradilan pidana.

4.2    Saran

Perlu adanya pembahasan masalah rahasia bank karena adanya kecenderungan pemanfaatan ketentuan rahasia bank yang tidak diatur secara baik sehingga digunakan oleh pihak – pihak tertentu untuk kepentingannya sehingga merugikan pihak lain. Selain itu juga kasus – kasus pelanggaran terhadap rahasia bank ini cenderung diselesaikan secara perdata. Padahal pelnggaran terhadap kejahatan ini adalah perbuatan pidana.
Kedepan perlu dibuat suatu ketentuan yang baku setingkat undang – undang mengenai rahasia bank sehingga dapat memberikan kepastian hukum tentang rahasia bank sehingga nasabah dan bank tidak dirugikan.
 Daftar Pustaka


Asikin Zainal, Pokok – pokok Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,1997

Djumhana Muhammad, Rahasia Bank Ketentuan Dan Penerapannya di Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti,1996

Djumhana Muhammad,Asas – asas Hukum Perbankan Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bhakti,2008

Husen Yunus,Rahasia Bank Privasi Versus kepentingan Umum, Bandung : Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2003


http:// www.Bank Mandiri.co.id
http:// pikiran rakyat.com
http:// hukum online.com
http:// stadtaus.com